Minggu, 27 Agustus 2017

On 18.07 by Jejakpena in    1 comment

Menulis ini seperti sebuah janji kepada diri sendiri. Tak gentar menemukan jawab, tapi selalu merasa tanya ini akan dihampiri pasangannya. Seperti meyakinkan diri bahwa tak ada ruang yang cukup sepi untuk berpindah ke lain- lain lagi.

Jika dalam hujan tak kau temukan kenangan, mungkin rindu tak ada di dalamnya. Mungkin tak ada kenang yang benar hinggap di antara basah itu. Dan Bandung, tak semestinya menjadi pendengar dan saksi bisu akan rasamu yang begitu dalam.

Bandung kini yang ada di hadapku adalah dunia yang terlalu luas untuk sekedar bercerita tentang cinta. Dia menyiapkan lahan dan gedung begitu banyak untuk uang. Ruang untuk bercinta? Termakan oleh waktu yang kau dan mereka habiskan di jalanan penuh debu, polusi udara maupun suara. Terhimpit oleh knalpot bus Damri yang melintas, berhenti sejenak karena supir angkot yang lelah ngetem untuk penumpang yang berjalan lambat dari ujung gang, tertinju asap knalpot yang didesain mendongak ke arah wajah pengendara belakang, atau terhambat bapak ojek online yang dari tadi kebingungan mencari penumpang tetapi aplikasi sedang error dan istri terus-terusan menelepon untuk minta dibelikan makanan berbuka puasa. Dimana letak bercinta di Bandung?

Ujung kota yang tadinya sungai mencari pasangan sudah rubuh dengan ingatan seksual yang mengotori anak jalanan, yang embel-embelnya, kini jadi tempat anak muda nongkrong melirik sana-sini sembari membeli jajanan cilok dan gorengan. Hasrat untuk bercinta tak lagi senada. Anak muda keliling hanya untuk mencari pegangan ketika akhir bulan, uang jajan yang berkurang karena lahan uang tak diperuntukkan warga dengan keturunan miskin. Lahan uang untuk yang telah memilikinya, diperbolehkan beranak pinak. Yang miskin tetaplah miskin. Dimana ruang untuk kita bercinta selepas penat kerja?

Pusat perbelanjaan dipenuhi mahasiswa yang lari dari kuliah tambahan, yang dalilnya kesiangan dan dimarahi pasangan, akhirnya memilih untuk nongkrong mencari tebengan akhir bulan. Manusia tak pernah sulit ditebak. Namun mengapa kita tak henti-hentinya membicarakan kode yang tentu dengan mudah dapat dipecahkan? Membosankan.

Bekerja untuk cinta atau mengejar kekayaan sementara, tak jauh-jauh dari waktu yang musnah menempuh perjalanan dengan waktu tempuh paling sedikit tiga puluh menit. Sedang tiga puluh menit lainnya, kau gunakan untuk menelepon kembali dia yang kau tinggal main PES dan tidur dengan berkata “nanti aku telepon lagi ya kalo di kosan.” Dan tak pernah kejadian seperti itu. Penutup yang hanya menenangkan sesaat karena kau ditunggu angkot seberang. Sesaat datang, sesaat hilang. Seperti uang.

Di depanku kini, Bandung punya banyak cerita. Tak hanya cita, cinta, dan pesta. Adakala kita membaginya kepada mereka, yang lebih butuh sentuhan makna dibandingkan harta. Kau tahu, aku sedari dulu mengamati mengapa mereka begitu bangga memamerkan hal yang sungguh biasa saja ketika presiden saja bisa melakukannya, mengapa mereka menertawakan hal yang tak ada sensasinya? Karena mereka kosong. Tak ada yang mampu melihat dengan dekat. Hanya membalikkan fakta bahwa mereka sebenarnya tak benar-benar bangga. Tak benar bahagia. Mengapa tak kita coba menyentuhnya dan berbagi makna tentang hidup di dunia fana ini? Mengapa terlalu sibuk mengurusi derita sendiri yang sebenarnya selalu ada solusi?

Mengapa Bandung tak punya banyak cerita cinta dibandingkan Jogja?

Apa memang seharusnya yang biasa tak dapat dijadikan Istimewa? Atau karena Bandung hanya punya bunga bukan Bakpia?

Akuilah, Bandung selalu butuh ruang lebih untuk sekedar bercinta sepulang kerja.

Selasa, 28 Maret 2017

On 09.58 by Jejakpena in    No comments
"Perjalanan hidup adalah siklus sebab akibat. besar - kecil, mewah - sederhana, mudah - susah, semua berarti. maka seiring bertambahnya usia, semoga membuatmu kian mendewasa"

***

Entah sudah berapa lama aku tak hadir di tempat ini, sengaja bertamu untuk menyecap hening dan sejuknya kota kembang. Disebuah pelataran salah satu gedung tertua di Kota Bandung, dengan gaya art deco khas mediterania yang masih kokoh berdiri hingga detik ini, aku mulai menulis beberapa rangkai kata ini untukmu.

Nona, aku ingin membawamu mundur, tak jauh, hanya beberapa puluh tahun saja. Jika kau ingat, tepat hari ini, 28 Mei, 21 Tahun yang lalu. Tangis pertamamu pecah membasahi semesta. Mungkin tangis itu menjadi salah satu pertanda, bahwa ada sedikit rasa penyesalan dalam jiwa mu karena telah memilih mengikuti ujian Tuhan -  dan memilih menjelma menjadi manusia - . Namun Tuhan tak membiarkan tangis bidadari kecil itu berlangsung lama, tak lama setelah tangis pertama, dua malaikat bernama ayah dan ibu memelukmu dengan penuh haru, menyaksikan satu harapan baru perihal kebahagiaan dunia dan akhrat bagi mereka.

Nona, lalu tumbuhlah kau menjadi perempuan kecil ceria nan mempesona. Senyum penuh kehangatan selalu tercipta pada lengkung bibirmu yang penuh warna. Jatuh, bangun, tangis dan tawa menjadi pena yang menjadi penulis setia semasa belia.

Sampailah kau dimasa remaja. Sebuah titik dimana pencarian jati diri dimulai pada tahap ini. Kau mulai mengerti bagaimana cara mempercantik diri, mengikuti trend masa kini, sampai pada kegiatan yang melibatkan isi hati. Beberapa hati mulai mendekatimu, tapi jiwa mu tak suka dengan itu. Pengekangan adalah sebuah hal yang menyebalkan bagimu, dan  dimasa itu, kebebasan adalah hal yang kau jungjung tinggi, termasuk perihal hati.

Angka dalam perhitungan waktu hidupmu di dunia bukan lagi diawali dengan angka satu, namun telah beralih ke angka dua, hal itu juga berarti kau telah selesai melewati masa remaja. Beberapa kesulitan mulai kau rasakan pada tahap ini. Kehidupan yang tidak sesuai dengan keinginan, atau sahabat yang satu persatu pergi karena sebuah kesibukan menjadi sebuah ujian kecil dari tuhan dalam perjalanan hidupmu.

Dari banyak kesedihan yang kau rasakan, tuhan mengirimkan seseorang kepadamu. Seseorang yang mampu melukis senyum dan sedih dalam satu waktu. Seseorang yang tak tampan namun pandai membuat nyaman. Seseorang yang dalam waktu yang sama mampu menjadi orang yang menyebalkan sekaligus menenangkan. Seseorang yang akhir – akhir ini kau selipkan namanya dalam doa doa, seseorang yang kau harap mampu menjadi pelengkap kebahagiaan di masa – masa selanjutnya.

Nona, telah sampai kau pada usia 21.
Mendewasalah tanpa kehilangan ceria dan warna yang mempesona.
Semoga sisa waktu yang kau punya menjelma bahagia yang nyata, bukan hanya untukmu, tapi juga untuk mereka yang mencintaimu.

Selamat mengulang tahun cantik. Selamat menikmati umur baru. Semoga semua kesemogaan yang di harapkan dapat mewujud kenyataan tahun ini. Aamiin.

 Taman Bareti, 28 Maret 2017

  


Kamis, 19 Januari 2017

On 19.48 by Jejakpena in    No comments
Banyak manusia mencari tempat indah untuk melepas lelah. Banyak manusia mengunjungi tempat penuh warna untuk mencari bahagia. Banyak manusia mencari tempat sejuk untuk sekedar mengistirahatkan punduk. Aku memilih disini, ditempat yang mungkin suatu saat nanti akan sangat kurindukan, dikelilingi orang – orang yang suatu saat nanti satu persatu akan pergi dan tak akan pernah kembali, kecuali lewat mimpi. Di tempat saya dibesarkan, ditempat saya menangis, ditempat saya tertawa, ditempat sederhana namun mampu mencipta bahagia yang sebenarnya.

Kemarin, seorang perempuan tangguh yang telah dengan susah payah melahirkan dan membesarkan ayah saya telah berpulang ke pangkuanNya. Belum lama juga saya kehilangan teman terbaik semasa SMA, paman terbaik dan orang – orang baik lainnya yang belum sempat saya berikan sesuatu untuk mereka. Dan dari semua itu saya belajar satu hal.

Bagian terbaik dalam hidup adalah ketika waktu yang ada digunakan sebaik – baiknya untuk orang yang kau cinta. Karena entah berapa lama waktu mu bersama mereka. Bisa di hari ini mereka menunggu mu dirumah sementara kau berkelana di luar sana, tapi tidak menutup kemungkinan esok hari orang yang menunggu mu dirumah itu sudah tak ada”.

Bersama pengingat ini, saya harap...saya tak lagi menjadi manusia yang egois. Menjadi manusia yang mampu menghabiskan waktu dengan orang – orang tercinta selama mereka ada. Mampu memberikan sesuatu yang membuat bangga. Mampu mencipta senyum dan bahagia dalam hati mereka. Aamiin...

Tangerang, 19 Januari 2017
Untuk pengingat saya bahwa cinta tulus dari mereka akan hilang suatu saat nanti.

Sabtu, 19 November 2016

On 21.11 by Jejakpena in    No comments
Izinkan aku untuk menutup mata sejenak. Melupakan segala hal yang membuat sakit, mencipta sungai di ujung kelopak mata, melukis guratan getir di penghujung bibir.

Izinkan aku menutup mata sejenak. Untuk kembali pada masa dimana tak ada yang harus dipikirkan, selain PR matematika dan kewajiban mencuci piring sebelum ayah pulang.

Izinkan aku menutup mata sejenak. Untuk kembali merasakan betapa indahnya menjadi manusia sebelum ahli dalam memanipulasi rasa.

Izinkan aku menutup mata sejenak. Untuk kembali waras dan melanjutkan hidup dengan lebih berguna.


Aku ingin menutup mata sejenak. Mengundang kenang tentang masa kecil yang sederhana dan penuh tawa. Tentang memancing bersama ayah dan adik di akhir pekan, tentang pelukan menggemaskan dari si Bungsu, tentang usapan rambut nan lembut dari mamah.

Semesta, terimakasih atas semua kenang yang telah kau cipta, mengirimkan keluarga sederhana yang begitu baik hatinya. Mohon jaga mereka, jangan biarkan mereka menjadi seperti manusia - manusia lain yang penuh dengan kepalsuan.  

Bandung, 19 November 2016

Senin, 27 Juni 2016

On 03.06 by Jejakpena in    No comments
Saat membaca surat ini, mungkin kau telah menapaki hidup begitu jauh. Ada banyak rasa yang telah kau cecap; kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, kehilangan, haru, senang, lucu, dan rasa lainnya yang datang silih berganti. Menjadi satu kesatuan utuh dalam hidup yang tak mungkin bisa kau hindari. Tapi, seperti yang pernah kau pahami, semua rasa yang ada hanyalah sekeping nuansa di dalam hati. Sifatnya hanya sesaat dan sementara. Suatu kali kau menggenggam, di lain waktu kau harus mampu melepaskan. Maka, aku berpesan, bila suatu saat nanti kau berjalan mengarungi kehidupan dan merasakan kepahitan dari rasa sedih dan kehilangan yang mendalam, ingat-ingatlah lagi bahwa itu hanyalah sesaat dan sementara. Kau hanya perlu menjalaninya dengan seksama, lalu menyelesaikannya dengan tabah. Sebab, itu hanyalah sekeping perasaan di dalam hati. Tidak lebih besar dari kepingan kebahagiaan lain yang menanti kau untuk menggenggamnya. Biarlah bekas luka yang tersisa menjadi bukti dari ketegaran jiwa yang kau punya.

Saat membaca surat ini, mungkin banyak mimpi yang sedang atau sudah kau perjuangkan. Ada beberapa yang mampu kau raih, sisanya yang lain masih begitu abu dan sangsi untuk dapat tercapai. Tapi tak apa, berikan saja usaha terbaik dalam mengupayakannya. Berserah bukan berarti menyerah, tetapi pasrah selepas usaha berlelah-lelah. Maka, aku berpesan, bila dalam perjalananmu nanti kau merasa letih, ingat-ingatlah lagi bahwa itu adalah proses yang kau jalani. Engkau tak pernah tahu apa yang Tuhan persiapkan untukmu, yang bisa kau lakukan hanyalah menjalani apa-apa yang kau yakini. Selesaikanlah apa yang telah kau mulai. Sekalipun kau gagal, itu akan membuatmu paham, mana yang pantas kau perjuangkan dan mana yang semestinya kau lepaskan. Bersabarlah, sebab kesabaran adalah sebaik-baik teman perjalanan. Kuatkan lagi pijakan kakimu dalam melangkah. Perjalanan hidup merupa lorong-lorong hitam paling pekat. Kau akan menemukan cahaya hanya jika mampu berbesar sabar melewatinya. Maka, tenang saja, akan selalu ada kebahagiaan yang menanti di ujung perjalanan.

Saat membaca surat ini, mungkin banyak sahabat terbaik yang mengelilingi hidupmu. Menjadi teman bagi hari-hari panjangmu. Kawan berbincang yang tak menyela pembicaraan, pendengar yang baik bagi ide-ide dan keresahan yang ada di dalam kepalamu. Ruang berbagi tawa dan kesedihan pada setiap waktu yang kau luangkan. Tapi, sebanyak apapun teman, engkau tetaplah berdiri di atas kakimu sendiri. Maka, aku berpesan, bila suatu kali sahabat-sahabatmu satu per satu pergi untuk mewujudkan cita-cita mereka masing-masing, jangan merengek seperti anak kecil yang kehilangan kembang gula. Dukung mereka semampu yang kau bisa. Berikan kenangan terbaik kepada mereka. Sehingga, bila kelak kau semakin jauh, engkau dirindukan sebagai kenangan yang selalu ingin mereka rengkuh. Jadilah sahabat terbaik bagi mereka. Sebab, mereka telah memberikan yang terbaik sebagai sahabatmu.

Saat membaca surat ini, mungkin ada seseorang yang begitu kau cintai. Segenggam hati yang dengan tulus memberikan segalanya untukmu. Ia yang menyuburkan bunga-bunga dan memberi warna-warna bagi tandusnya hatimu yang kesepian. Dekap yang pertama kali memeluk saat kau terjatuh. Kecup yang mencium aduh di bibirmu. Tangan yang menggenggam untuk menemanimu menempuh perjalanan. Maka, aku berpesan, jaga ia dengan sebaik-sebaiknya. Perjuangkan sebagaimana kau ingin diperjuangkan. Pertahankan ia dengan setabah-tabahnya kesabaran. Sebab, ia adalah yang paling mengenalmu selain dirimu sendiri. Jangan biarkan ia menghilang hanya karena lebih memutuskan untuk pergi. Cintai ia dengan segenap kasihmu. Sayangi ia selembut hatimu. Lindungi ia setegas jiwamu. Sebab, kau adalah istimewa karena telah memilikinya.

Saat membaca surat ini, mungkin kau sedang merasa teramat kesepian karena semua yang kau miliki satu per satu menghilang. Tapi, kau tak perlu bersedih dengan seperih pedih rasa. Engkau tak pernah benar-benar kesepian, sebab aku selalu ada. Tak pernah jauh dari hidupmu. Begitu erat, begitu dekat. Maka, pejamkan sejenak matamu. Kunjungi aku di kedalaman hatimu. Aku adalah dirimu sendiri; keyakinan yang kau punya saat tak ada lagi yang bisa kau percaya.

Bila suatu kali kau tak lagi tahu apa yang harus kau lakukan, buka lagi lembaran surat ini. Semoga menjadi semacam pengingat bahwa kau pernah begitu yakin atas hidupmu sendiri. Aku mencintaimu.

Dari seseorang yang mencintaimu begitu dalam.
Tommy Dirgantara T

Sebuah surat dariku, untuk diriku sendiri.
Bandung, 27 Juni 2016.

Happy Birth Day

Selasa, 21 Juni 2016

On 03.05 by Jejakpena in    No comments
"Bagaimana jika kita tidak bisa terus bersama?"
"Tak perlu membicarakan hal yang tak ada."
"Iya. Tapi seandainya?"
"Jangan terlalu banyak berandai, wang. Tak baik untuk kewarasanmu."
"Aku serius, Tom."
"Aku pun."
"Jika hal itu benar terjadi, apa yang akan kau lakukan?"
"Entahlah. Berhentilah berjika-jika. Aku mencintaimu. Sesederhana itu."
"Aku takut kita berpisah, Tom."
"Kau menciptakan rasa takutmu sendiri."
"Aku tak ingin kita saling membenci pada akhirnya."
"Begini, wang. Kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok, lusa, dan seterusnya. Yang bisa kita lakukan hanyalah menjaga apa yang kita miliki sekarang. Hingga apapun yang kita lakukan adalah bentuk upaya untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Baik-baiklah dengan perasaanmu. Semoga kita tidak sedang berjudi saat mencoba peruntungan tentang permasalahan hati."
"Aku selalu memikirkan pertanyaan ini, setiap kali aku merasa bahagia saat bersamamu."
"Ya sudah, berhentilah memikirkan hal yang membuatmu takut. Fokus saja pada hal yang membahagiakanmu."
"Aku takut tak siap menghadapi kehilangan."
"Wang.. Kau bicara apa, sih? Bahkan saat ini kau sedang bersamaku. Menikmati waktu berdua. Bersama-sama."
"Sebab itulah aku takut. Aku bahagia bila terus bersamamu. Aku tak ingin kehilanganmu."
"Aku tak bisa menjanjikan akan selalu ada. Tapi ini yang bisa aku sampaikan, aku mencintaimu dengan sungguh. Maka aku akan selalu berupaya untuk menjaga cinta yang ada di antara kita. Mengemasnya dengan baik setiap hari, agar aku bisa mencintaimu lagi dan lagi. Sebab aku tak selalu bisa membuatmu bahagia, perkenankan aku untuk selalu menemanimu bagaimanapun keadaannya."
"Tommy."
"Ya?"
"Jangan pergi, ya."
"Hei.. Wang.. Look at me.. Aku tak pergi ke mana-mana. Aku di sini. Di sampingmu. Menjaga kamu."
"Tapi, Tom."
"Berhentilah bertapi-tapi. Jalani semuanya dengan sederhana. Enyahkan keraguanmu. Nikmati apa yang kita jalani kini. Tak perlu mempermasalahkan apa yang akan terjadi nanti. Ketakutanmu justru akan menghancurkan dirimu sendiri. Mulailah untuk mencintaiku tanpa berjika-jika. Dan aku akan selalu mencintaimu tanpa tapi. Sebab yang kita lakukan adalah di waktu sekarang. Bukan nanti."
"Entahlah, Tom. Hanya saja..."
"Shut up."

Aku meletakkan kecupan di keningnya. Membiarkan ia memejam merasakan sentuhan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Sungguh, membuatnya diam jauh lebih baik dibandingkan harus berdebat dengan perasaan. Terlebih pada sesuatu yang tak perlu ditakutkan.
 
sumber: tumblr

Rabu, 25 Mei 2016

On 22.09 by Jejakpena in    No comments
“Home is not some familiar place you can always return to; it is the rightness you feel, wherever you are, when you know that you’re loved.”

Jih, apa kamu pernah mendapati sesuatu yang kau impikan ? Seperti sesuatu yang begitu kamu idam-idamkan; rasa, suasana, aroma, kerinduan, keadaan, seseorang, atau segala kebaikan dan kebahagiaan lain yang dulunya hanya sebatas kau angankan. Lalu, suatu kali Tuhan dengan berbaik hati memberikan seluruhnya sebagai doa yang terjawab. Aku pernah merasakannya, dan itu adalah momen ketika kau hadir dalam hidupku.

Mungkin, Tuhan sedang memanjakanku, saat Ia dengan penuh cinta membuat kita bertemu. Hingga akhirnya kita dapat saling mengenal satu sama lain, lalu memutuskan untuk saling memiliki. Aku tak lagi menjadi aku, kamu tak lagi menjadi kamu, aku dan kamu telah menjelma menjadi kita. Tak peduli pada seberapa jauh jarak memberi sekat, menafikan rindu yang kerap membuat kita sekarat. Tentang hal itu, kamu pernah bilang, “Distance means so little, when someone means so much.” Sebab, bagian terbaik dari jarak adalah kita. Dua pasang lengan yang menengadah untuk berdoa. Berharap kepada Tuhan agar selalu menjaga kita dengan cinta.

Jih, setahun lebih, selepas raga ini mengenalmu, aku jadi lupa diri. Semua tentangmu aku abadikan di sini. Terpatri baik-baik di dalam hati. Mengenalmu adalah skenario terbaik. Memilikimu utuh tanpa cela adalah anugerah teristimewa. Dicintai olehmu adalah kebahagiaan yang sempurna. Terima kasih telah hadir, memberi warna-warni dalam setiap cerita. Pencipta makna dari segenap rasa yang kita sebut sebagai cinta.

Jih, aku ingin membawamu ke sebuah tempat yang nyaman dan sederhana. Dimana setiap lekuk sudutnya berpendar cahaya Tuhan. Maka, tetaplah bergenggaman, dan jangan pernah merenggang. Aku tak bisa menjanjikan dapat terus membuatmu tertawa dan bahagia. Tapi, yang dapat kupastikan, apapun yang terjadi nanti, kita akan bisa melalui dan jatuh cinta kembali.

sangalay

Untuk perempuan yang datang saat aku sedang merasa teramat kesepian, Jihan Marselina Buana.
Home is wherever I'm with you.
Aku mencintaimu.


Tommy Dirgantara T

Sabtu, 09 Januari 2016

On 21.22 by Jejakpena in    No comments
Kepada kamu yang berikutnya..

Mungkin kamu sedang menerka-nerka esok hari akan kau jatuhkan hatimu dengan pasrah pada siapa. Sebab kamu –seperti manusia biasa pada umumnya– tak pernah tahu kapan semesta membuka kotak kejutan yang berisi jawaban dari rahasia waktu.

Ujung Penantian
Perihal hari-hari kemarin yang berisi langkah kaki pencarian melelahkan, mengembalikan keyakinan yang sempat hancur untuk kembali utuh, dan memantapkan arah hati untuk menuju. Pada akhirnya kita akan menemukan titik untuk berhenti.

Siapkah kamu untuk tidak menyakiti, mengkhianati, dan mengecewakan kita?

Siapkah kamu tanpa paksaan mengkehendaki hatimu untuk berhenti padaku dan tak pernah sudi membaginya kepada siapa pun, selain aku?

Siapkah kamu untuk menjatuhcintakan kita berkali-kali sampai waktu mengerahkan usaha terakhirnya untuk memisahkan kau dan aku?

Siapkah kamu tersenyum ikhlas saat takdir mempertemukan kita nanti hingga ribuan hari setelahnya kita bertukar senyum ketika hela napas terakhir salah satu dari kita direnggut oleh ujung usia?

Siapkah kamu membuat Tuhan menggelengkan kepala melihat betapa gigih perjuangan kamu dan aku dalam mempertahankan kita?

Di dalamnya akan kita dapati banyak perdebatan, menorehkan luka yang melahirkan kecewa, bahu membahu menciptakan bahagia, merajut doa, menabahkan dada yang penuh rindu, sampai suatu saat muncul sebuah batas, tapi apakah kamu bersedia menyanggupi diri untuk tidak menghiraukan batas itu?

Siapkah kamu untuk meniadakan kehilangan atas rasa kita?

Kepada kamu yang berikutnya, semoga jatuh cinta padamu adalah jawaban dari pertanyaan tentang pertemuan apa yang tidak memiliki penyesalan.