Manusia Akan Hilang. Cerita Abadi Lewat Tulisan

Sabtu, 03 Oktober 2015

On 20.25 by Jejakpena in ,    No comments
Hujan kadang tak turun tepat waktu, saat aku berusaha keras menjauh sejauh – jauhnya. Melarikan diri dari ingatan yang terlalu sulit untuk dihapuskan. Sebab, saat perasaanku tidak lagi diterima oleh hatimu, hujan malah turun menjatuhkan ingatan tentangmu di kepalaku. Melekatkan segalak hal yang dulu kusuka, sebelum semuanya berakhir sakit dan luka.

sangalay

Aku berjalan ke tempat sepi. Bersembunyi di balik kesendirianku. Menulis puisi – puisi. Menghafal lagu penguat hati. Beharap dengan begitu, aku bisa menjadi aku yang dulu lagi. Seseorang yang tidak mengenal patah hati sebelum mengenalmu. Seseorang yang kuat, bahkan bisa menguatkan orang – orang yang pilu. Bukan yang seperti ini, yang kadang takut pada hujan yang selalu membawa pedih di hati.

Dulu. Bersamamu aku menyukai hujan. Aku suka memainkan butir hujan di jari – jari. Menyekakan ke pipimu. Lalu, kamu tersenyum, sesekali juga cemberut. Atau pada saat – saat yang lain, kita sengaja membelah jalanan di tengah hujan. Menikmati setiap rintih langit yang sedih. Aku selalu suka suasana seperti itu. Selalu suka menikmati hujan saat turun bersamamu. Bahkan, ingin berlama – lama denganmu. Melupakan waktu dan pekerjaan yang menunggu. Tiap kali hujan turun, peduli apa dengan dunia, kamu dan hujan adalah duniaku saat itu.

sangalay

Namun, kini semua berbeda. Hujan tak lagi perihal kita. Hujan tak lagi perihal cinta. Meski di kepalaku hujan tetap saja ingatan tentangmu. Tentang segala hal yang dulu selalu kita jalani dengan perasaan bahagia. Sementara kini, tidak lebih dari ingatan yang kadang lebih baik untuk terbuang dan lupa. Barangkali benar, hujan selalu bisa memulangkan kenangan. Meski hujan tidak lagi bisa memulangkan kita.

0 komentar:

Posting Komentar