Selasa, 16 September 2014

On 20.57 by Jejakpena in    No comments
Ini adalah tulisan kesekian yang aku buat, dan akan menjadi tulisan terakhirku untuk mu, entah berapa banyak tulisan ku yang telah kau baca dan entah berapa banyak makna yang kau pahami dalam tulisan ku. Sesungguhnya kehidupan itu seperti tulisan pada sebuah kertas, ketika kita salah dalam menulis, tulisan itu pasti kita coret atau di tipex untuk menghapusnya, namun tetap saja tulisan itu berbekas, pilihannya tetap menulis ditempat yang berbekas tipex itu atau pindah disampingnya, yach begitu pula dengan kehidupan, memilih tetap pada kesalahan yang sama atau pindah untuk tempat yang baru.

Thanks For Everything

Namun tidak semua yang baru itu membahagiakan, pilihan itu adalah kita, kita yang menentukan. Sekarang aku memilih untuk berhenti dan terus berlari. Aku bangga pada diri ku sendiri, semua berawal dari semangatku yang mungkin terlalu berlebihan, “ Aku terlalu bersemangat “. Awal yang indah, “ dulunya “, kata-kata manis bahkan janji, yah ... terlalu indah kalau bisa ku bilang.

Aku tak pernah menyangka bahwa kita akan berada pada titik “ nol “, sungguh seperti mimpi disiang bolong rasanya, ingin rasanya membenci tapi rindu ku terlalu kuat, ingin marah, tapi rasa simpati ku terlalu hebat, aku hanya bisa menatap dalam gelap, berusaha mencari penerang, aku bangga sempat menjadi bagian dari hidup mu.

Yah, aku maklumi rasa lelah mu, sejujurnya ku merasakan hal yang sama tapi bedanya aku menikmati rasa lelah itu, tapi ternyata tidak dengan mu, kamu lebih memilih meninggalkan rasa lelah itu dan pergi jauh ... saaaaangggattt jauh, entah aku tak tahu arah tujuan mu.
 
Beberapa minggu yang lalu, aku merasa sesuatu yang sesak dalam dada ku, mencoba mencari makna, hingga akhirnya aku paham yang terjadi, meski masih abstrak aku coba membacanya secara perlahan, bahwa sebenarnya kamu ingin pergi tapi tak mampu melepas. Perpisahan ini tak pernah masalah bagi ku, hanya saja aku kecewa pada mu, hampir satu tahun lebih kita sejalan, menatap pada satu arah yang sama, melangkah bersama, bahkan saling menertawai, aku rindu masa putih abu-abu yang kau banggakan itu, setiap hal yang kau berikan selalu menjadi do’a dan nyata, yah “ Perpisahan Termanis “.

Salah ku yang terlalu percaya pada mu, salah ku mau mengikuti permainan mu, yah aku sadar jika semua ini salah ku, karena sifat kerasku, karena ego ku, tapi aku lebih sadar lagi bahwa ini sepenuhnya bukanlah salah ku, aku berusaha jadi yang terbaik untuk mu, tapi yach mungkin Tuhan punya rencana lain, karena aku percaya sedih dan bahagia itu datangnya satu paket.

Satu lagi, aku masih ingat tawa khas mu, dan aku rindu ketulusan hati mu bukan ego mu, apa pun alasan yang membuat mu melepaskan ku, kamu harus ingat saat kamu kembali aku minta maaf jika aku tak disini lagi, kamu boleh menganggap ku seperti kerikil, kecil tak ada artinya, tapi kamu harus tahu ketika kerikil itu ditumpuk menjadi utuh dia akan membentuk sebuah bangunan yang indah tempat kamu berlindung yang disebut rumah, kerikil yang kamu lepas lebih berharga dari mutiara yang kau pilih.

Tulisan-tulisan itu masih rapi tertata dalam diary ku, tapi kini menuntut ku untuk menutup buku dan membuka lembaran baru, pastinya tanpa mu, inilah perpisahan termanis, terima kasih atas satu tahun terakhir ini, membuat hidup ku tak hanya sekedar putih atau abu-abu, namun mampu menjadikannya pelangi, aku akan ingat hari ini saat terakhir kali aku meneteskan air mata untuk mu, berbahagialah dengan cara mu, aku tak mampu mempertahankan mu karena aku tak ingin ada kata terpaksa diantara kita, ini akan menjadi tulisan terakhir ku untuk mu karena esok akan ada tulisan baru yang pasti bukan tentang mu, namun aku masih ada janji pada mu dan aku akan menetapi itu secepatnya, selagi aku ada waktu kosong akan aku usahakan.

Aku bangga pada kita, kita yang dulu pernah berjuang bersama melawan segalanya dari tiap sudut ruang ini, yang tidak kalah hanya karena kata LELAH MENUNGGU, tapi kini sepertinya kamu lebih dulu menyerah, kamu melepas genggaman itu, dan membiarkan orang lain meraihnya, terima kasih untuk semua rasa ini. Aku bangga pada mu, kamu adalah ombak yang selalu menerjang karang hingga karang ini menjadi butiran, kamu berhasil menaklukkan kerasnya hati ku, namun sayang itu hanya sesaat.

Aku disini telah bahagia tanpa mu, aku telah mampu berdiri sendiri meski kenangan kadang masih menyelimuti, namun aku harus terus berjalan, hidup ku masih panjang, mungkin seseorang telah menunggu ku di depan sana, dan untuk mu bahagialah dengan yang kini, siapapun dia yang bersama mu, harap ku dia jauh lebih dari ku, dia bisa membuat mu tak lagi merasa diabaikan.

Aku pernah berjuang dari titik “ nol “ dan kini harus kembali pada titik yang sama, tapi aku tak ingin terus begini, waktu tak pernah menunggu ku, berhenti atau terus berlari ? Maaf jika selama ini banyak luka yang aku torehkan pada batin kecil mu, semua yang aku lakukan hanya untuk mempertahankan agar “ Kita “ terus ada, namun sekuat apa pun aku berjuang untuk itu pada akhirnya tetap seperti ini.Indah sempat mengenalmu, salam rindu ku dari hati terdalam untuk mu Eka ….

0 komentar:

Posting Komentar